Sekolah Budaya - Kine Klub - Serambi Nusantara - Lego Lego - Pustaka Budaya - Cafe Nusantara

Rabu, 29 Desember 2010

Madura Bukan Hanya Tukang Cukur dan Sate


Minggu, 25 Juli 2010 | 01:59 WITA

DUA tokoh masyarakat Madura, Jawa Timur, hadir menjelaskan jati diri di redaksi Tribun, Sabtu (24/7). Keduanya adalah Sekretaris Perkumpulan Indonesia Madura (Perkim) Syahruddin dan Bendahara Perkim Ahmad Rasyidi.
Dua tokoh Madura itu tampil menjadi narasumber di hadapan puluhan tokoh adat, aktivis LSM, akademisi, dan "raja" di Sulsel yang tergabung dalam Komunitas Serambi Indonesia dan Rumah Kebudayaan Nusantara.
Hadir Staf Kesbang Provinsi Sulsel Andi Santiadji. Diskudi dipandu akademisi UNM dan budayawan Sulsel, Prof Dr Halilintar Latief.
"Masyarakat Madura dikenal sangat religius. Warga kami di Makassar bukan hanya sebagai tukang cukur dan wanteks. Sudah banyak yang terjun berwiraswasta," ujar Syahruddin.
Rasyidi menjelaskan, karakter masyarakat Madura tidak semua kasar seperti yang dikenal kebanyakan orang.
"Yang kasar, warga Pulau Madura yang tinggal di bagian barat, yang dekat dengan Surabaya, Kabupaten Bangkalan. Yang tinggal di bagian timur, di Kabupaten Sumenep, lebih banyak garamnya, makanya orangnya dikenal kasar-kasar dan temperamen," jelas Rasyidi.
Menurut Rasyidi, kebanyakan warga Madura berprofesi sebagai tukang sate dan tukang wanteks di Makassar umumnya dari Sumenep. Sedangkan yang berprofesi sebagai tukang cukur kebanyakan dari Bangkalan.
Terungkap pula dalam diskusi kedekatan Madura dan Makassar. Menurut Halilintar, Putra Raja Gowa, Karaeng Galesong, berjuang bersama tokoh Madura, Trunodjoyo, melawan Belanda.
Karaeng Galesong memimpin 10 ribu perahu berisi prajurit meninggalkan Gowa karena enggan takluk di bawah penjajahan Belanda.
Hubungan baik Karaeng Galesong dengan Trunojoyo akhirnya memberi kesempatan kepada Bangsawan Gowa ini menjadi pembesar di Jawa Timur dan membina rumah tangga.
Menurut Halilintar, dari perkawinan Kaeraeng Galesong dengan kerabat Trunojoyo melahirkan keturunan seperti pendiri Boedi Oeotomo, Dr Wahidin Sudirohusodo, Setiawan Djodi, hingga WS Rendra.
Halilintar yang juga pemrakarsa Serambi Nusantara mengatakan, paguyuban itu diadakan untuk menyatukan serpihan kisah kekayaan adat, budaya, dan suku bangsa yang dimiliki Nusantara.
"Sejak semula didirikan, Serambi Nusantara memang bertujuan memperkokoh jati diri bangsa sembari mengawal kebersamaan yang telah terbangun," katanya.
Awalnya, Serambi Nusantara hanya diminta berbicara jika telah terjadi kerusuhan atau konflik di masyarakat.
"Nah, wadah diskusi etnis yang kami gagas salah satu tujuannya sebagai tindakan  antisipatif. Istilahnya, lebih baik kita berbusa-busa berdebat dalam forum dari pada harus berdarah-darah karena konflik di lapangan," jelasnya.
Awalnya kehadirannya memang terasa sulit mengumpulkan tokoh etnis karena beberapa di antaranya masih menutup diri.
"Ada semacam kompetisi dari beberapa diskusi belakangan, namun sifatnya positif, masing-masing suku berlomba dapat menampilkan nara sumber yang lebih baik dari yang ditampilkan oleh etnis pada diskusi sebelumnya," kata Halilintar.(syekhuddin/as kambie)

 
(Q Fadlan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar