Sekolah Budaya - Kine Klub - Serambi Nusantara - Lego Lego - Pustaka Budaya - Cafe Nusantara

Rabu, 29 Desember 2010

Bangsawan Gowa Dikenang sebagai Pejuang Srilanka


Diskusi Rumah Nusantara di Tribun (1)

Selasa, 13 Juli 2010 | 07:35 WITA

CATATAN sejarah kembali mengukir keberanian bangsawan Bugis-Makassar di luar negeri. Adalah Karaeng Sangunglo atau Karaeng Sanguanglo yang disebut sebagai bangsawan Kerajaan Gowa menjadi pejuang rakyat Srilanka dulu masih bernama Ceylon.
Nama tersebut bisa jadi terasa asing di Indonesia, termasuk di tanah asalnya, Gowa. Namun tidak bagi masyarakat Colombo atau Sri Lanka.
Demikian salah satu bagian diskusi Rumah Nusantara yang digelar di kantor Tribun, Senin (12/7). Diskusi menghadirkan sejumlah akademisi seperti antroplog Dr Halilintar Latief MPd, Ishak Ngeljaratan, KH Dahlan Yusuf, dan dosen/peneliti dari Leiden Institute for Area Studies/ School of Asian Studies,Suryadi.
Sejumlah tokoh lintas etnis dan budaya juga hadir dalam diskusi yang berlangsung hangat namun tetap diselingi dengan canda tawa dari peserta diskusi.
 Karaeng Sangunglo disebutkan sebagai putra Raja Gowa Ke-26 (1753), Sultan Fakhruddin Abdul Khair al-Mansur Baginda Usman Batara Tangkana Gowa, yang memilih pindah ke tanah kelahiran ibunya di Bima karena kuatnya intimidasi Belanda di Gowa kala itu.
Pada 1767, tanpa alasan yang jelas, Sultan Fakhruddin ditangkap dan dibuang ke Ceylon. Di sanalah putranya Karaeng Sangunglo menjadi pahlawan Melayu dan menjadi legenda di Ceylon.
Awalnya, Karaeng Sangunglo adalah anggota dari Resimen Melayu Ceylon (semacam pasukan khusus bentukan Belanda) yang kemudian dilikuidasi oleh Inggris tahun 1796 hingga berubah nama menjadi The Ceylon Rifle Regiment.
Membelot
Saat VOC melakukan agresi besar-besaran di wilayah Kandy, Ceylon pada 1761, Karaeng Sangunglo memilih membelot karena jiwanya memberontak terhadap perlakuan keji Belanda kepada pribumi dan bergabung dengan pasukan Kandy.
Saat itu, Raja Kandy Nayakkar Kirthi Rajasinha (1747-1782) menganugerahkan posisi dan gelar muhandiram (semacam komandan pasukan pengawal kerajaan ).
Dalam catatan seorang anggota tentara Inggris yang melakukan agresi tahun 1803, keberanian sosok Karaeng Sangunglo digambarkan sebagai fat and tall Malay prince (tentara Melayu yang bertubuh besar dan tegap) di medan perang.
Dalam the first Anglo-Kandyan war, Karaeng Sangunglo menderita kekalahan. Jenazahnya dikebumikan dengan upacara yang khidmat oleh otoritas kerajaan Kandy dan masyarakat Kandyan Malays.
Ironis
Kisah heroisme Karaeng Sangunglo dirangkai dari serpihan data  sejarah yang terserak dalam laporan orang Eropa, surat kabar, majalah, dan buku-buku tua, serta naskah bertulisan Jawi.
Riwayat "pahlawan" seberang lautan tersebut menurut Suryadi masih perlu mendapat penelitian ilmiah lebih lanjut.
Meski demikian, hal tersebut menurutnya sangat ironis. Jika di Srilanka nama mereka harum sebagai seorang pahlawan karena keberanian dan keteguhan perasaannya, maka di bumi Nusantara, tanah tumpah darah mereka tidak memperoleh tempat yang layak.
"Jangankan diakui sebagai pahlawan, tidak ada sebuah gang-pun di negeri ini yang mengabadikan namanya,"kata Suryadi.  (syekhuddin/bersambung)

( Muh Izzat Nuhung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar