Sekolah Budaya - Kine Klub - Serambi Nusantara - Lego Lego - Pustaka Budaya - Cafe Nusantara

Rabu, 29 Desember 2010

Jimat Kebal Bissu Bugis Ada di Museum Austria

 Pemaparan Pakar Asal Eropa di Tribun

Jumat, 16 Juli 2010 | 03:48 WITA

PUSAT Penelitian Budaya dan Seni Etnik Sulawesi (P2BSE) Universitas Negeri Makassar (UNM) bekerja sama dengan Rumah Nusantara dan Historische Ethnographische fur Volkerkunde Wien, Austria, Naprstek Museum Prag Cekolosvakia, mempertemukan sejumlah budayawan, akademisi, dan pelaku sejarah di redaksi Tribun, Kamis (15/7).
Pertemuan yang dipandu budayawan Ishak Ngeljaratan dan dihadiri perwakilan tokoh adat dan etnis se-Indonesia tersebut dalam rangka Sharing Cultural Memory Celebes and Beyond: Revisiting the Ethnological Collection of Dr Frantisek AJ Czurda (1883).
Dalam pertemuan, tiga narasumber memaparkan 850 peninggalan nenek moyang Bugis-
Makassar yang yang tersimpan di Museum Volkerkunde Wien, Austria  dan 250 koleksi yang menjadi koleksi berharga di Museum Prag Cekolosvakia dan Museum Wina, Austria.
Ketiga narasumber adalah Pengelola Museum Ethnografi Wina Austria Dr Jani Kuhnt-Saptodewo, Pengelola Museum Naprstek Praha Cekolosvakia Dr Dagmar Pospisilova, dan Kepala P2BSE Lembaga Penelitian UNM Dr Halilintar Lathief.
Satu per satu foto ke-850 koleksi Dr FAJ Czurda (1883) yang tersimpan di Museum für Völkerkunde Wien Austria dan 250 obyek di Naprstek Museum Prag Cekolosvakia diperlihatkan ke peserta kemudian diulas oleh narasumber.
"Benda-benda itu dikumpulkan oleh Dr Frantisek saat bertugas sebagai tenaga kesehatan di Sulsel. Jejak Frantisek di Sulsel ini masih bisa kita temukan antara Jeneponto dan Bantaeng," jelas Halilintar.
Menurutnya, rata-rata koleksinya berupa kebutuhan sehari-hari warga Sulsel di masa silam. Halilintar membagi peralatan hidup dimaksud dalam tiga kategori yakni peralatan hajat hidup. siklus hidup,  dan krisis hidup.
Jimat Bissu
Kelengkapan koleksi museum tersebut dari peralatan hidup manusia Bugis tempo doeloe diakui Halilintar. "Saking lengkap dan teraturnya, di sana ada koleksi jimat kekebalan bissu, 20 tengkorak manusia Bugis, ada tengkorak pria yang mati diamuk, hingga tengkorak pelacur Bugis yang dipelihara China," jelas Halilintar.
Beberapa peserta meminta Dr Jani dan Dr Dagmar agar membantu mengembalikan koleksi itu ke Sulsel untuk disimpan dalam museum yang ada di daerah ini.
Namun, Ishak meminta para tokoh masyarakat meng-ikhlaskannya dirawat di negeri orang.
"Yang perlu adalah merenungi dan mendekatkan nilai di balik fisik benda-benda kuna itu kepada kita. Biarlah benda-benda nenek moyang kita itu tetap di Praha dan Wina karena mereka lebih pandai memelihara dan tidak biasa mencuri. Kalau dikembalikan ke sini justru terancam rusak dan dicuri," jelas Ishak.
Menurut Dagmar, yang jauh lebih penting dari semua benda di museum adalah nilai yang ada di baliknya," katanya.
Dengan menyaksikan peralatan tenun orang Bugis, Dagmar meyakini perempuan Bugis masa silam sangat teliti dan sabar.
Sementara Jani mengeritik pemerintah Indonesia yang masih menempatkan  departemen kebudayaan seatap dengan departemen pariwisata.
"Saya tidak sependapat budaya disatukan dengan pariwisata. Karena budaya adalah pembentuk identitas bangsa, sementara pariwisata hanya untuk komersil. Dengan menempatkan budaya bersama pariwisata berarti tujuan mereka mengelola kebudayaan untuk komersialisasi, bukan pembentukan jati diri," katanya.(as kambie)
 
( Muh Izzat Nuhung)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar