Sekolah Budaya - Kine Klub - Serambi Nusantara - Lego Lego - Pustaka Budaya - Cafe Nusantara

Rabu, 29 Desember 2010

Tak Ada Lagi Generasi Sam Ratulangi di Sulsel

Dari Diskusi Serambi Nusantara, Manado, di Tribun (1)

Sabtu, 25 Desember 2010 | 01:36 WITA

Gubernur Sulawesi pertama, Sam Ratulangi, benar-benar tinggal kenangan. Jejak pejuang kemerdekaan Sulsel kelahiran Manado ini hanya ada dalam catatan sejarah. Ketika memimpin provinsi ini banyak orang Manado menjadi birokrat. Namun kini, tak ada lagi "penerus" Ratulangi di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel.
Tak ada lagi birokrat asal Manado yang berkiprah di daerah ini. Di Makassar salah satu elemen masyarakatnya adalah orang Manado. Orang Manado saat ini yaitu terdiri atas suku Sangir, suku Gorontalo, suku Mongondow, suku Babontehu, suku Talaud, suku Siau, dan kaum Borgo. Kendati banyak suku di Manado, tetapi ketika mereka ke Makassar tetap saja orang menyebutnya orang Manado.
Di Makassar orang Manado banyak bekerja di sektor informal misalnya tempat hiburan, pusat perbelanjaan, dan maskapai penerbangan. Sedikit yang bekerja di sektor formal, yakni bekerja pada kantor atau instansi pemerinta.
Mengapa terjadi demikian? Apakah orang Manado tak seperti orang Bugis atau orang Makassar, di manapun tempat perantauannya maka akan menguasai sebagai sektor pemerintahan/politik dan ekonomi.
Itulah yang menjadi bahan diskusi, Serambi Nusantara di redaksi Tribun Timur, Jl Cenderawasih 430, Makassar, Kamis (23/12). Diskusi ini menghadirkan pembicara tokoh Manado di Makassar, Chris Korompis.
"Kami tak tahu mengapa tak ada lagi orang Manado jadi pejabat di Makassar atau di Sulawesi Selatan. Terakhir, ketika HM Patompo jadi Wali Kota Makassar masih ada orang Manado jadi pejabat. Setelah itu tak ada lagi," kata Chris.
Diskusi yang dipandu Redaktur Politik Tribun AS Kambie itu digelar Serambi Nusantara dan dihadiri belasan tokoh masyarakat dari berbagai suku, akademisi, pejabat, dan mahasiswa. Diskusi diawali akademisi UNM, Prof Dr Halilintar Lattief. 
"Yang menarik dikaji soal Manado ini, kenapa sekarang tidak ada lagi orang Manado yang berkiprah di pemerintahan," ujar Staf Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Pemprov Sulsel Andi Santiaji.
Tak sama dengan di pemerintah pusat, banyak orang Manado jadi pejabat. Paling tinggi jabatan menteri. Menteri di Kabinet Indonesia Bersatu jilid II asal Manado adalah Menteri Dalam Negeri, EE Mangindaan. Sebelumnya ada pula sejumlah petinggi di TNI khususnya TNI Angkatan Laut.
Di pemerintahan boleh saja demikian, namun dari sisi budaya, orang Manado tak boleh dipandang sebelah mata. Soal kerukunan umat beragama boleh diacungi jempol.
Beberapa tahun lalu data statistik menunjukkan bahwa persentase jumlah pemeluk agama Kristen dan Islam hampir sama. Istimewanya, tak pernah ada konflik antar umat Islam dan Kristen. Tak sama dengan yang pernah terjadi di provinsi sebelah timur Sulawesi Utara, Maluku.
"Motto Sulawesi Utara adalah si tou timou tumou tou, sebuah filsafat hidup masyarakat Minahasa yang dipopulerkan oleh Sam Ratulangi. Terjemahan motto tersebut adalah manusia hidup untuk memanusiakan orang lain atau orang hidup untuk menghidupkan orang lain," jelas Chris yang saat ini bekerja di salah satu maskapai penerbangan swasta ternama.
Ada pula ungkapan dalam bahasa Manado yakni baku beking pande. Terjemahannya berbagi ilmu dengan orang lain.
Itulah yang membuat masyarakat di Manado dapat hidup dengan rukun, toleran, terbuka, dan dinamis kendati terdapat perbedaan kultur dan religi.
 Manado memiliki lingkungan sosial yang relatif kondusif dan dikenal sebagai salah satu kota yang relatif aman di Indonesia.
"Saat terjadi guncangan politik tahun 1999 dan berbagai kerusuhan melanda kota-kota di Indonesia, Manado dapat dikatakan relatif aman. Hal itu tercermin dari semboyan masyarakat Manado yaitu torang samua basudara yang artinya  kita semua bersaudara," kata Chris.(edi sumardi)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar